Kelas Maya
Pembelajaran dengan memanfaatkan
kelas maya (cyber class) merupakan sebuah upaya untuk mendorong pembelajaran
yang dilaksanakan kapan saja dan dimana saja. Pembelajaran dalam kelas maya
bukanlah menggantikan pembelajaran tatap muka yang dilaksanakan bersama guru di
kelas, tetapi dengan memanfaatkan kelas maya akan mendapatkan tambahan atau
pengayaan (enrichment) materi yang akan melengkapi pembelajaran konvensional.
Dengan model pembelajaran seperti ini, akan didorong untuk lebih aktif dan
kreatif. Aktif dan kreatif mengandung pengertian bahwa dalam kelas maya
diharapkan untuk mencari, membaca, dan memahami materi dari berbagai sumber
belajar digital, disamping untuk menyimpulkan, mencipta, dan berbagi baik
pengetahuan yang telah didapatkan maupun hasil karya yang telah dibuat kepada
kawan-kawan. Selain itu, berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok secara
virtual juga diharapkan untuk dilakukan.
1. E-learning
Dalam pembelajaran, teknologi dapat dimanfaatkan untuk
memperluas jangkauan pembelajaran, meningkatkan pemerataan dalam kecepatan
belajar, serta meningkatkan efisiensi pembelajaran. Oleh karena itulah,
pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran merupakan hal yang tidak dapat
dihindari. Ada enam potensi kunci dari pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dalam rangka revolusi pembelajaran.
a. Konektivitas - akses terhadap beraneka
ragam informasi ‘tersedia’ dalam skala global.
Selama memanfaatkan koneksi
internet, akan didapatkan informasi apapun yang tersedia dalam world wide web (www). Dalam mencari
informasi, juga tidak akan merasa kesulitan berkat bantuan mesin pencari
seperti Google atau Bing.
b. Fleksibilitas - belajar dapat
dilaksanakan di mana saja dan kapan saja
Dengan cara belajar yang terjadwal
dalam kelas yang dilaksanakan selama ini (kelas konvensional), guru adalah
sumber belajar utama bagi siswa. Akan tetapi dengan kelas konvensional yang
diperkaya dengan TIK, memiliki kebebasan dalam menentukan waktu yang tepat
kapan harus belajar dan tempat untuk belajar, selama dapat menggunakan komputer
dan mengakses internet.
c. Interaksi - evaluasi belajar dapat
dilaksanakan seketika dan mandiri
Dengan memanfaatkan TIK, dapat
mengerjakan tugas, menjawab pertanyaan, maupun mengerjakan ujian dimanapun dan
kapanpun yang inginkan. Dalam beberapa model ujian, dimungkinkan juga untuk
mendapatkan hasil penilaian maupun umpan balik secara otomatis, sehingga tidak
perlu menunggu lama untuk mengetahui hasil penilaian ujian.
d.
Kolaborasi
- penggunaan perangkat diskusi dapat mendukung pembelajaran kolaborasi di
luar ruang kelas
Dengan memanfaatkan perangkat
diskusi melalui internet, dapat berkomunikasi, berdiskusi, bertukar pendapat,
baik mengenai sebuah ide, permasalahan, maupun solusidengan rekan atau guru.
Dengan perangkat ini juga dapat membuat kelompok belajar. Dalam kelompok ini
akan dapat berbagi ide maupun sumber belajar antarteman.
e. Peluang pengembangan - konten digital dapat terus-menerus
dikembangkan sehingga dapat memperkaya pembelajaran dalam kelas konvensional
Dalam kelas konvensional, siswa dan
guru harus berada dalam ruangan yang sama. Akan tetapi dengan memanfaatkan TIK,
guru dapat memberikan instruksi dari tempat tertentu dan siswa tetap dapat
mengikuti instruksi guru walaupun berada di tempat yang berbeda.
f. Motivasi - multimedia dapat membuat
pembelajaran lebih menarik.
Dengan TIK,
siswa dan guru akan mendapatkan berbagai sumber belajar. Salah satu sumber
belajar tersebut adalah video atau animasi yang menjelaskan konsep atau
peristiwa tertentu. Dengan bantuan media ini, siswa akan mendapatkan
ilustrasi/gambaran yang lebih nyata dan dapat meningkatkan minat siswa dalam
belajar.
Lingkungan
belajar yang mewadahi peran teknologi informasi untuk mendukung proses
pembelajaran inilah yang disebut dengan e-learning. Derek Stockley (2003)
mendefinisikan e-learning sebagai
penyampaian program pembelajaran, pelatihan, atau pendidikan dengan menggunakan
sarana elektronik. Senada dengan Stockley, dalam Bahan Ajarnya E-Learning – A Guidebook of Principles,
Procedures, and Practices, Som Naidu (2006) mendefinisikan e-learning
sebagai penggunaan secara sengaja jaringan TIK dalam proses belajar mengajar.
Selain e-learning, beberapa istilah
juga digunakan untuk mendefinisikan model belajar mengajar tersebut yaitu online learning, virtual learning, maupun network
atau web-based learning.
2. Model e-learning
E-learning
dapat diselenggarakan dengan berbagai model (Rashty,1999).
Dalam model ini e-learning digunakan untuk menunjang
sistem pembelajaran tatap muka di kelas. Model ini dapat dikatakan sebagai
model tradisional plus karena keberadaan e-learning
hanya sebagai pengayaan atau tambahan saja.
Model ini menempatkan e-learning menjadi bagian tidak
terpisahkan dari pembelajaran. Misalnya pembelajaran teori dilaksanakan secara
daring, sedangkan pembelajaran praktik dilaksanakan secara tatap muka. Akan
tetapi, Bersin (2004) berpendapat bahwa model blended learning merupakan gabungan dari model adjunct dan mixed, sehingga sedikit atau banyak porsi dari e-learning, dalam
pembelajaran tatap muka, seluruh proses tersebut merupakan blended learning.
c
Model Daring Penuh/Fully Online
Dalam model ini
e-learning digunakan untuk seluruh
proses pembelajaran mulai dari penyampaian bahan belajar, interaksi
pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Salah satu contoh model ini adalah
open course ware yang dikelola oleh
Massachusetts Institut of Technology (MIT) di laman
http://ocw.mit.edu/index.htm, online
course edx dengan berbagai pembelajaran daring yang ditawarkan oleh
berbagai universitas di dunia pada
https://www.edx.org/,
pembelajaran daring (
online course)
yang dipelopori oleh Universitas Harvard, Coursera di laman
https://www.coursera.org/, atau
online
course iversity yang dikelola oleh berbagai universitas di Jerman di laman
https://iversity.org/.
Dengan kata
lain, e-learning dapat berfungsi
sebagai:
1) tambahan/pengayaan pembelajaran (supplement)
2) pengganti sebagian pembelajaran (complement)
3) pengganti seluruh pembelajaran (replacement)
E-learning
yang dimaksud dalam konteks Simulasi Digital pada SMK adalah elearning
sebagai supplement.
Dalam pembelajaran yang memanfaatkan e-learning
dibutuhkan berbagai komponen pendukung, yaitu:
a
Perangkat keras (hardware): komputer, laptop,
netbook, maupun tablet.
b
Perangkat lunak (software): Learning Management
System (LMS), Learning Content Management System (LCMS), Social Learning
Network (SLN).
c
Infrastruktur: Jaringan intranet maupun
internet.
d
Konten pembelajaran.
e
Strategi interaksi/komunikasi pemanfaatan
e-learning dalam pembelajaran.
Dalam rangka membedakannya dengan kelas konvensional, sebuah kelas dalam lingkungan belajar berbasis TIK dikenal pula dengan istilah kelas maya (cyber class).Dalam kelas maya, e-learning dimanfaatkan sebagai upaya untuk melengkapi pembelajaran dalam rangka memper-kaya materi yang diajarkan dalam kelas konvensional. Model pembelajaran yang meng-gabungkan antara proses belajar mengajar dalam kelas konvensional dengan kelas maya. Inilah yang kemudian disebut blended learning. Lebih lengkapnya lagi, Josh Bersin (2004) dalam Bahan Ajarnya The Blended Learning Book, menyatakan definisi blended learning adalah kombinasi dari berbagai ‘media’ belajar (teknologi maupun aktivitas) untuk menciptakan pembelajaran yang optimal bagi siswa. Istilah ‘blended’ menyatakan bahwa pembelajaran konvensional yang dilaksanakan oleh guru dalam kelas, diperkaya dengan berbagai sumber digital.
3. Jenis perangkat lunak pendukung kelas
maya
Dalam rangka mendukung kelas maya
dimanfaatkanlah berbagai perangkat lunak/aplikasi/sistem yang pada umumnya
berbasis web. Secara umum dikenal dua jenis aplikasi yaitu aplikasi Learning
Management System (LMS). Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, seiring
meluasnya pemanfaatan Social Network (SN) khususnya Facebook, muncullah
aplikasi Social Learning Network (SLN) sebagai salah satu alternatif bentuk
kelas maya.
a
Learning Management System (LMS)
Menurut Courts dan Tucker (2012),
LMS adalah aplikasi yang digunakan untuk mengelola pembelajaran, mengirimkan
konten (content delivery system), dan melacak aktivitas daring seperti
memastikan kehadiran dalam kelas maya, memastikan waktu pengumpulan tugas, dan
melacak hasil pencapaian siswa. Sedangkan menurut Kerschenbaum (2009) dalam LMS
Selection Best Practices, LMS adalah sebuah aplikasi yang berfungsi
mengadministrasikan secara otomatis berbagai kegiatan pembelajaran. Guru dapat
menggunakan aplikasi ini untuk berbagi sumber belajar, berinteraksi, dan
berdiskusi dengan siswa, menyampaikan pengumuman, memberi tugas maupun ujian,
serta memberikan penilaian, sedangkan siswa dapat membaca materi belajar,
menjawab pertanyaan, berdiskusi, serta mengirimkan tugas dan menjawab soal-soal
ujian. Contoh dari LMS antara lain; Moodle, Dokeos, aTutor.
b
Social Learning Network/s (SLN/SLNs)
LMS dan LCMS merupakan perangkat
lunak yang telah banyak digunakan dan terbukti handal dalam penerapan sistem
e-learning. Akan tetapi sistem ini juga memiliki beberapa kelemahan. Salah satu
kelemahannya adalah sebagian besar dari sistem inikurang memperhatikan daya
suai (adaptability), fleksibilitas, dan hubungan sosial. Bahkan pada sebagian
kasus, fitur-fitur kolaborasi dan fitur analisis hubungan sosial dinonaktifkan
yang menyebabkan pengelola sistem tidak dapat mengetahui hal-hal yang sedang
dikerjakan oleh komunitasnya. Oleh karena itu, dalam perkembangan teknologi
saat ini, konsep hubungan sosial dan kepedulian sosial mulai diterapkan dan
memberikan pengaruh yang berarti terhadap kolaborasi dan pembelajaran. Dengan
adaptasi konsep ini dalam teknologi, siswa dapat berkolaborasi, meningkatkan
kemampuan kognitif, dan keterampilan sosialnya. Oleh karena itu, muncullah
paradigma baru dalam belajar yang disebut CSSL (Computer Supported Social
Learning). Di dalamnya terdapat konsep Social Learning Network yang bertujuan
untuk mendorong penggunanya memiliki pengalaman baru dalam belajar menggunakan
jejaring sosial (Social Network) yang telah dilengkapi dengan konsep kepedulian
sosial (Halimi, 2011).
Jejaring sosial atau Social Network
(SN) adalah ‘sebuah jejaring’ yang memuat interaksi sosial dan hubungan
interpersonal. Secara lebih rinci, SN adalah sebuah aplikasi atau laman yang
memungkinkan pengguna untuk berkomunikasi satu sama lain dengan cara saling
bertukar informasi, komentar, pesan, gambar, maupun audio-video. Dalam Social
Network Sites (SNS) seperti Facebook atau Twitter, pengguna difasilitasi untuk
melakukan interaksi, komunikasi, dan kolaborasi (Greenhow, Robelia, &
Hughes, 2009). Dengan kata lain, mekanisme bersosialisasi melalui jaringan ini
telah terbukti dapat meningkatkan hubungan interpersonal dan memfasilitasi
komunikasi nonverbal melalui media seperti audio-video maupun gambar. Dengan
berkomunikasi melalui media ini, interaksi interpersonal menjadi lebih dekat.
Oleh karena itu, berdasarkan kelebihan inilah berbagai situs jejaring sosial
didorong untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran (Huang, 2010).
Social learning network (SLN) atau
Jejaring Sosial untuk Pembelajaran, menurut Kordesh (2000) merujuk pada koneksi
interpersonal melalui interaksi dengan tujuan utama untuk pengembangan
pengetahuan. Secara lebih rinci, SLN merujuk pada beberapa fenomena.
▪ Penggunaan Social Network (SN) untuk pembelajaran dalam pendidikan formal.
▪ Penggunaan SN oleh para pelajar dalam sebuah kolaborasi/diskusi yang dilaksanakan secara informal.
▪ Penggunaan laman yang secara khusus dirancang untuk pembelajaran melalui jejaring sosial (SLN).
▪ Penggunaan SLN yang secara khusus dikembangkan sendiri oleh guru.